Friday, November 22, 2013

Guru Berkompetensi yang Sesungguhnya

Hari ini saya akan berbagi secuil pengalaman dunia pendidikan. Tentang mana guru berkompetensi yang sesungguhnya. Kenapa tiba-tiba saya menulis tentang masalah ini? Karena baru saja saya melakukan kunjungan persiapan observasi di salah satu SMP-SMA swasta di Semarang. Sekolah ini berdiri dibawah suatu yayasan, menurut saya sekolah ini termasuk sekolah yang tidak "favorit". Sama halnya dengan sekolah swasta Katholik di Kendal yang dulu pernah saya observasi. Keadaan dua sekolah ini tidak jauh berbeda. Mereka memiliki guru yang terbatas, fasilitas yang kurang memadai serta jumlah peserta didiknya-pun tidak lebih dari dua kelas tiap jenjangnya. Disana, para guru benar-benar ditunjut memiliki kompetensi yang tinggi agar dapat mendidik peserta didik dengan baik ditengah keterbatsan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standard Nasional dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmanai dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian kompetensi pendidik yang dimaksud yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kali ini saya akan membahas tentang kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan kemampuan mengelola peserta didik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kebanyakan mahasiswa jurusan kependidikan sangat mengidam-idamkan untuk dapat mengajar di sekolah negeri ataupu swasta "favorite". Di sekolah tersebut mereka dihadapkan dengan siswa yang memiliki kemampuan kognitif -khususnya- yang diatas rata-rata. Guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan "mudah" disana. Kenapa "mudah"? Betapa tidak? Pertama, input sekolah tersebut jelas kebanyakan adalah siswa kelas menengah keatas, entah secara kemampuan ekonomi maupun kemampuan belajarnya. Karena biaya pendidikan di sekolah "favorite" cukup mahal, maka kebanyakan mereka berasal dari keluarga berada. Karena mereka berasal dari keluarga yang berada sudah pasti mereka melakukan segala cara untuk meningkatkan prestasi belajar, salah satunya dengan mengikuti program di bimbingan belajar, les privat dan sejenisnya. Kedua, fasilitas disekolah tersebut sudah dipastikan memadai karena ditunjang oleh biaya pendidikan yang tinggi. Ketiga, lingkungan belajar pasti sangat mendukung karena sekolah ini dihuni oleh peserta didik yang mempunyai prestasi belajar tinggi dan dilengkapi fasilitas yang eksklusif. Dari ketiga alasan di atas sudah cukup untuk menggambarkan kemudahan itu didapat. Kemudahan yang saya maksud disini adalah guru bisa dengan mudah melaksanakan pembelajaran, ingin melakukan pembelajaran dengan media power point bisa, ingin melakukan praktikum di laboratorium bisa, ingin menggunakan metode pembelajaran apapun bisa dilakukan dengan mudah. Kemudahan yang lain, dengan sedikit memberi materi peserta didik sudah dapat menyerap apa yang dimaksud oleh guru karena bisa jadi malam sebelumnya mereka sudah mempelajari materi tersebut bersama guru lesnya. Dan masih banyak kemudahan-kemudahan lain.
Berbeda cerita jika kita menilik sekolah yang dikategorikan ecek-ecek. Sekolah yang saya maksud adalah sekolah yang memiliki keterbatasan fasilitas penunjang pembelajaran serta input pesertadidiknya yang cenderung memiliki kemampuan belajar dibawah rata-rata. Tapi justru disinilah kompetensi pedagogik seorang guru benar-benar diuji. Mereka yang bisa bertahan mengajar di sekolah semacam ini sudah pasti  meiliki kompetensi yang tinggi, betapa tidak, mereka dihadapkan dengan peserta didik yang memiliki kemampuan belajar di bawah rata-rata sehingga dibutuhkan metode belajar yang tepat untuk dapat menyalurkan ilmu tersebut kepada peserta didik. Guru juga harus kreatif melakukan pembelajaran yang tepat ditengah keterbatasan fasilitas. Lingkungan yang kurang kondusif juga harus dihadapi guru dengan pintar dan bijak. Menghadapi anak-anak yang mbeling bukan hal yang mudah. Guru dituntut harus dapat mengelola kelas dengan baik agar bisa bersahabat dengan peserta didik namun tetap berwibawa dan disegani.
Tadi saya sempat berbincang-bincang dengan guru matematika di sekolah tersebut. Beliau menceritakan suka duka selama dia mengajar. Namun ada satu pernyataan yang membuat saya sangat tertarik,yaitu "Kebanyaan orang hanya menilai sesuatu dari hasil akhirnya saja, mereka tidak tahu proses apa saja yang terjadi sebelumnya. Saya bangga bisa bekerja disini. Anak-anak disini memang lulus hanya dengan nilai matematika 7 atau paling tinggi 8, namun mereka berangkat dari nilai 3 dan 4. Berbeda dengan mereka yang sekolah di sana, mereka lulus dengan nilai 10 karena memang mereka berangkat dari nilai 8 dan 9."

Apresiasi yang tinggi saya berikan kepada guru yang dapat mengajar dan mendidik dengan cara yang sesungguhnya. #terharu :')

22 November 2013

No comments:

Post a Comment