Anak yang berjalan cepat ke parkiran itu adalah raka, seorang anak laki
– laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang dan berambut cepak, sungguh
atletis. Raka merupakan siswa kelas XII
sebuah SMA di kotanya. Ia begitu
terkenal di sekolah, betapa tidak? Ia tampan, pandai, berpembawaan ceria, dan
semua jenis olah raga ia kuasai. Mungki
orang menganggap ia perfec person, nyaris tak ada cela. Tapi saying ia nyaris terlalu kaku untuk
berbicara tentang cinta. Ia bukan tipe laki – laki yang romantis tapi tipe laki
– laki yang apa adanya. Ia tak terbiasa
dengan puisi atau lagu.
Raka berjalan dengan pandangan tajam menelusuri lorong – lorong kelas
langkah kakinya santai dan pasti.
Tangannya melambai seirama dengan langkah kakinya. Wajahnya tak tersenyum sama sekali, tak
terlihat aura kebahagiaan di matanya.
Perhatiannya tak terpengaruh dengan suasana di kanan maupun
kirinya. Ia tetap melenggang focus ke
tujuannya. Sampai di parkiran ia
menghidupkan motornya dan mengendarai dengan kencang. Tujuannya satu yaitu rumah.
“Shiiiit” terdengar suara rem motor Raka terpakir di garasi. Ia melepas helmnya dan meletakkannya di kaca
spion sepeda motor.
“Kakak…!” Sebuah suara tedengar dari dalam dan semakin keras terdengar
dari luar. Tuas pintu bergerak pertanda
seseorang akan membukakan Raka pintu.
Pintu terbuka, terlihat seorang anak berusia lima tahun berkepang dua bersenyum berharap
sesuatu. Senyumannya begitu lugu,
wajahnya berseri dengan tangan menengadah.
“Apa…?” Jawab Raka mendekat. Kali ini lain wajahnya bahagia, ia tersenyum
memandang wajah wanita kecil itu. Tangan
raka mencubit pipi gadis itu. Wanita itu mengaduh kesakitan.
“Aduh…!” Rengek Dita nama gadis
kecil itu. Kemudian Raka memasukan
tangannya kesaku mengambil sesuatu, lalu ia mengeluarkan kembali sembari
mengeluarkan suatu benda. Ia buka
telapak tangannya dan terdapat sebatang coklat yang lezat menggiurkan hati
Dita. Wajah Raka masih tersenyum dan
memandang wjah Dita.
“Asyik….!” Teriak Dita
kegirangan. Ia menyerobot coklat itu dan
segera berlari ke dalam. Raka
memandangnya sampai tubuh Dita tak terlihat, tertutup tirai ruang tengah. Ia berdiri dan menghela nafas dalam – dalam. Wajahnya terlihat suram kembali, ia berjalan
masuk ke rumah.
“Brukk…!” Ia meletakan tas
punggungnya di meja belajar. Kemudian ia
berbaring di tempat tidur dengan tangan terlentang. Matanya menatap langit – langit putih yang
menjadi media baying – baying semuia pikiran di benaknya. Ia menutup mata sejenak, merasakan aliran
darah mengalir sampai ke kepala, lalu bangun dengan kepala tertunduk. Ia meletakkan tangan di kanan dan kiri tempat
tidurnya. Keringatnya mengalir dari
kening hingga hidung kemudian menetes ke pangkuannya menggambarkan suasana
fisik dan keadaan hatinya saat ini. Ia
merogoh sakunya dan mengeluarkan secarik kertas. Kertas itu menerangkan tentang kangker otak
yang ia derita, menyatakan peningkatan stadium yang mungkin menghantarkannya
pada suatu kondisi yang paling buruk yaitu kematian. Ia menyembunyikan kertas tersebut di lemari
berharap ibunya tak mengetahui hal tersebut.
Raka cepat berganti baju dan segera mencuci muka, ibu ingin bicara, ibu
tunggu di meja makan! Ibu memanggil.
Sangat jarang jarang ibu berkata seserius ini. Raka meng iyakan perintah ibu dan sergera
menuju ke ruang makan. Raka duduk di
depan ibu dan ibunya memandang anak sulungnya itu dengan senyum. Ia menyodorkan segelas air putuh untuk Raka.
“Terima kasih!” Ucap Raka sebelum
meminumnya.
“Bagaimana hasil cek dokternya?
Apa ada perkembangan baru?” Tanya ibu serius. Raka tertegun dan meletakan gelasnya
kembali.
“Oh…seperti biasa! Semoga saja saya bisa merasakan anaknya kuliah! Jawab Raka menghibur.
“Ibu cuma bisa berdoa, semoga kamu cepat sembuh!” Kata ibu berpesan. Ibu pergi meninggalkan ruang makan untuk
pergi ke dapur. Kemudian Raka kembali ke
kamarnya dan merebahkan tubuhnya.
Pikirannya selalu kalut tapi ia selalu bias menyembunyikan kekalutanya
tersebut. Raka mengambil hp
kesayangannya di meja belajar. Raka bias
berkutat berjamjam jika telah menggunakan benda tersebut. Kekalutannya bias sedikit terabaikan.
“Tok tok tok!” Seseorang mengetuk
pintu kamarnya. Raka mempersilahkan
masuk. Pintunya terbuka dan
memperlihatkan wajah Dita yang tersenyum lebar sembari mempertontonkan giginya
yang ompong sebelah. Dita mendekat dan duduk
di sebelah Raka.
“Ada apa
Dit?” Tanya Raka sambil mengutak atik
keypad hpnya.
“Kak, besok beliin coklat lagi ya! Tapi yang kaya di iklan tadi! Pinta
dita merayu. Raka memandangnya dan
mengangguk. Anggukan itu sudah cukup
bagi dita untuk tidak berlama – lamadi kamar kakaknya. Dita kembali dengan langkah sedikit
berlari. Tapi Raka lupa menutup pintu
kamar kakaknya. Raka menoleh ke pintu
itu.
“Kepada siapa Dita meminta coklat itu jika aku tiada?” Kata Rakadalam hati. Kemudian ia menghela nafas dalam – dalam.
NURUL FADILAH/ X5
NURUL FADILAH/ X5