Apa arti sebuah kepercayaan?
Saturday, September 17, 2016
Friday, June 17, 2016
Sunday, March 13, 2016
Tuesday, February 16, 2016
Raka
Anak yang berjalan cepat ke parkiran itu adalah raka, seorang anak laki
– laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang dan berambut cepak, sungguh
atletis. Raka merupakan siswa kelas XII
sebuah SMA di kotanya. Ia begitu
terkenal di sekolah, betapa tidak? Ia tampan, pandai, berpembawaan ceria, dan
semua jenis olah raga ia kuasai. Mungki
orang menganggap ia perfec person, nyaris tak ada cela. Tapi saying ia nyaris terlalu kaku untuk
berbicara tentang cinta. Ia bukan tipe laki – laki yang romantis tapi tipe laki
– laki yang apa adanya. Ia tak terbiasa
dengan puisi atau lagu.
Raka berjalan dengan pandangan tajam menelusuri lorong – lorong kelas
langkah kakinya santai dan pasti.
Tangannya melambai seirama dengan langkah kakinya. Wajahnya tak tersenyum sama sekali, tak
terlihat aura kebahagiaan di matanya.
Perhatiannya tak terpengaruh dengan suasana di kanan maupun
kirinya. Ia tetap melenggang focus ke
tujuannya. Sampai di parkiran ia
menghidupkan motornya dan mengendarai dengan kencang. Tujuannya satu yaitu rumah.
“Shiiiit” terdengar suara rem motor Raka terpakir di garasi. Ia melepas helmnya dan meletakkannya di kaca
spion sepeda motor.
“Kakak…!” Sebuah suara tedengar dari dalam dan semakin keras terdengar
dari luar. Tuas pintu bergerak pertanda
seseorang akan membukakan Raka pintu.
Pintu terbuka, terlihat seorang anak berusia lima tahun berkepang dua bersenyum berharap
sesuatu. Senyumannya begitu lugu,
wajahnya berseri dengan tangan menengadah.
“Apa…?” Jawab Raka mendekat. Kali ini lain wajahnya bahagia, ia tersenyum
memandang wajah wanita kecil itu. Tangan
raka mencubit pipi gadis itu. Wanita itu mengaduh kesakitan.
“Aduh…!” Rengek Dita nama gadis
kecil itu. Kemudian Raka memasukan
tangannya kesaku mengambil sesuatu, lalu ia mengeluarkan kembali sembari
mengeluarkan suatu benda. Ia buka
telapak tangannya dan terdapat sebatang coklat yang lezat menggiurkan hati
Dita. Wajah Raka masih tersenyum dan
memandang wjah Dita.
“Asyik….!” Teriak Dita
kegirangan. Ia menyerobot coklat itu dan
segera berlari ke dalam. Raka
memandangnya sampai tubuh Dita tak terlihat, tertutup tirai ruang tengah. Ia berdiri dan menghela nafas dalam – dalam. Wajahnya terlihat suram kembali, ia berjalan
masuk ke rumah.
“Brukk…!” Ia meletakan tas
punggungnya di meja belajar. Kemudian ia
berbaring di tempat tidur dengan tangan terlentang. Matanya menatap langit – langit putih yang
menjadi media baying – baying semuia pikiran di benaknya. Ia menutup mata sejenak, merasakan aliran
darah mengalir sampai ke kepala, lalu bangun dengan kepala tertunduk. Ia meletakkan tangan di kanan dan kiri tempat
tidurnya. Keringatnya mengalir dari
kening hingga hidung kemudian menetes ke pangkuannya menggambarkan suasana
fisik dan keadaan hatinya saat ini. Ia
merogoh sakunya dan mengeluarkan secarik kertas. Kertas itu menerangkan tentang kangker otak
yang ia derita, menyatakan peningkatan stadium yang mungkin menghantarkannya
pada suatu kondisi yang paling buruk yaitu kematian. Ia menyembunyikan kertas tersebut di lemari
berharap ibunya tak mengetahui hal tersebut.
Raka cepat berganti baju dan segera mencuci muka, ibu ingin bicara, ibu
tunggu di meja makan! Ibu memanggil.
Sangat jarang jarang ibu berkata seserius ini. Raka meng iyakan perintah ibu dan sergera
menuju ke ruang makan. Raka duduk di
depan ibu dan ibunya memandang anak sulungnya itu dengan senyum. Ia menyodorkan segelas air putuh untuk Raka.
“Terima kasih!” Ucap Raka sebelum
meminumnya.
“Bagaimana hasil cek dokternya?
Apa ada perkembangan baru?” Tanya ibu serius. Raka tertegun dan meletakan gelasnya
kembali.
“Oh…seperti biasa! Semoga saja saya bisa merasakan anaknya kuliah! Jawab Raka menghibur.
“Ibu cuma bisa berdoa, semoga kamu cepat sembuh!” Kata ibu berpesan. Ibu pergi meninggalkan ruang makan untuk
pergi ke dapur. Kemudian Raka kembali ke
kamarnya dan merebahkan tubuhnya.
Pikirannya selalu kalut tapi ia selalu bias menyembunyikan kekalutanya
tersebut. Raka mengambil hp
kesayangannya di meja belajar. Raka bias
berkutat berjamjam jika telah menggunakan benda tersebut. Kekalutannya bias sedikit terabaikan.
“Tok tok tok!” Seseorang mengetuk
pintu kamarnya. Raka mempersilahkan
masuk. Pintunya terbuka dan
memperlihatkan wajah Dita yang tersenyum lebar sembari mempertontonkan giginya
yang ompong sebelah. Dita mendekat dan duduk
di sebelah Raka.
“Ada apa
Dit?” Tanya Raka sambil mengutak atik
keypad hpnya.
“Kak, besok beliin coklat lagi ya! Tapi yang kaya di iklan tadi! Pinta
dita merayu. Raka memandangnya dan
mengangguk. Anggukan itu sudah cukup
bagi dita untuk tidak berlama – lamadi kamar kakaknya. Dita kembali dengan langkah sedikit
berlari. Tapi Raka lupa menutup pintu
kamar kakaknya. Raka menoleh ke pintu
itu.
“Kepada siapa Dita meminta coklat itu jika aku tiada?” Kata Rakadalam hati. Kemudian ia menghela nafas dalam – dalam.
NURUL FADILAH/ X5
NURUL FADILAH/ X5
PIDATO TANGGAP WARSA
Assalamu
alaikum wr wb
Ingkang
kinabekten Kepala SMAN 1 Purworejo
Ingkang
pantes pikantuk sekaring panembrana ketua Komite Sekolah
Ingkang
kinurmatan bapak tuwin ibu guru sumrambah karyawan SMAN 1 Purworejo
Ingkang rumiyin sumangga kula
panjenengan ngunjukakaen puja lan puji syukur dhumateng ngarsaning Gusti.
Inggih awit nugraha sarta berkahipun, kula panjenengan saget pinanggih ing
papan punika kanthi bagya, mulya kalis ing rubeda.
Saklajengipun kula ingkang minangka
sulihing panitia, ngaturaken sugeng rawuh. Mugi- mugi rawuhing panjenengan,
saged adamel nges tuwin swasana. Awit saking punika kula ngaturaken agunging
panuwun.
Wonten ing dinten punika sekolah kita SMAN1
Purworejo sampun jangkep 60 warsa. Pramila kula panjenengan ngawontenaken
tanggap warsa ingkang kaping 60.
Mugi- mugi papan pasinaon kita tansah
majeng wonten ing bab prestasi , misuwur wonten ing bab kwalitas lan saged
ngasilaken bibit- bibit pemimpin ingkang saged migunani nusa bangsa lan agami.
Mangga kula lan panjenengan sedaya
samia tansah mbudidaya amrih saenipun SMAN1 Purworejo punika, boten namung ing
bab akademik ananging bab nonakademik ugi.
Mugi- mugi gusti Allah ngijabahi donga
kula panjenengan sedaya.
Cekap semanten atur kula, mbok bilih
anggen kula matur kathah kekiranganipun, kula pribadi nyadhong aguging
pangapunten. Matur nuwun.
Wassalamu alaikum wr wb.
NURUL FADILAH/XI
A4/23
Hari yang Melelahkan
Namaku Ulfa, aku adalah siswi SMP
yang biasa- biasa saja. Minggu ini adalah hari pertama masuk sekolah sehabis
libur panjang. Pagi ini aku berangkat ke sekolah dengan malas. Tak punya daya
rasaya, ku kayuh sepedaku pelan- pelan.
“Enakan di rumah, bisa tidur-
tiduran, nonton tivi, ahh… nasib- nasib!” Aku masih menggumam.
Setelah sepuluh menit mengayuh
sepeda akhirnya aku sampai di sekolah. Ternyata semua telah berkumpul. Mereka
menyambutku, semua rasa malasku hilang berganti gembira. Ada Alif si seksi
Keagamaan yang sedang sholat Dhuha. Widi dan Riski si bendahara yang sedang
sibuk menagih kas kelas ala rentenir. Yoga si seksi olahraga yang sedang
menceramahi kami tentang bahaya rokok ala orasi calon presiden. Juga si Iqbal ketua
kelas yang super cerewet dan sok ngatur. Hanya aku yang tidak menguasai
bidangku sendiri sebagai seksi kesenian, aku asyik berbicara dengan Atik si
sekretaris tentang gosip terbaru di
sekolah.
“Dimana Alif? Gak kecium baunya!”
Tanyaku.
“O… lagi menghadap yang kuasa?” Kataku.
“Meninggal jam berapa? Aku masih
hutang seribu lima
ratus ma dia, terus buku catetan agamanya masih ku pinjam, sepedanya barusan
aku bocorin, gimana?” Tanyaku.
“Huss… bukan meniggal tapi lagi sholat Dhuha, gimana
sih kaya gak tau aja tempat semedinya.” Jawabya.
“O… kirain is
dead, terus Widi ma Riski mana?” Tanyaku lagi.
“Biasa juga, lagi nagih utang muter-
muter kelas!” Jawabnya.
“Kalo Wicaksono?” Tanyaku lagi dan
lagi.
“Nah dia lagi ngumpet di kamar
mandi, takut ditagih Widi ma Riski!” Jawab Atik.
“Oalah… dodol semua!” Komentarku.
Aku melihat si Doni, siswa paling
tampan di sekolah yang sedang tebar pesona kepada adik kelas.
“Dasar cowok, gak tau apa ada
bidadari yang lagi duduk disini!” Ocehku kesal.
“Bidadari jatuh dari bajai?” Teriak
Yoga.
“Sirik!” Kataku tidak terima.
Sambil menunggu jam pelajaran
dimulai, kami berkumpul sembari bercanda, mulai dari meng-gosip guru sampai berbicara tentang Piala Champion. Kubu perempuan
hanya terdiam tak tahu secuilpun tentang dunia sepak bola.
“Eh tahu gak, pak Hadi Fisika punya anak cowok lo…
cakep banget namanya Anjar, masih SMA.”
Kata Widi memulai gosip kami.
“Alah cewek kebiasaanya gosip,
sekali- kali tahu dong tentang olahraga!” Tantang Yoga.
“Nggosip kan juga olahrga!” Jawabku tak terima.
“Olahraga dari hongkong, apanya yang
olahraga!” Wicaksono menyindir.
“Ya… olahraga mulut, olahraga
telinga… komplit deh!” Jawabku percaya diri.
“Coba aku tes seberapa pengetahuanmu
tentang dunia sepak bola, coba sebutkan apa saja yang kamu ketahui tentangnya!”
Tantang Alif.
“Siapa takut, kita gak takut kan fren?” Jawabku
meminta dukungan.
“Kalo gak salah Soni Dwi Kuncoro
masuk TIMNAS kan ?
Laluuu Beni Dolo juga jadi striker!” Jawabku bangga.
“Ha...ha...ha...huhu... Ulfa sayang
sekarang kamu pulang aja deh mandi, cuci kaki, minum susu, terus tidur deh ama
mama.” Ledek kubu laki- laki.
“Emang kenapa? Ada yang salah? Jawab dong!” Aku kebingungan.
“Ulfa cantik, baik hati, soleha… tau
gak kalo Soni Dwi Kuncoro itu pebulu tangkis, terus kalo Beni Dolo itu pelatih
TIMNAS bukan striker, mengerti!” Jawab Alif bijaksana.
Aku merasa malu atas ke-soktahu-anku, tiba- tiba bel berbunyi
menandakan waktunya pelajaran dimulai.
“Ulfa salam buat Soni Dwi Kuncoro
ya!” Teriak Yoga meledekku sambil berjalan menuju tempat duduknya.
“Bodo!” Jawabku sinis.
Begitulah kami bercanda di sela-
sela kesibukan kami belajar mempersiapkan Ujian Akhir. Mungkin aku akan sangat
rindu jika suatu saat kami berpisah untuk studi lanjutan.
ŃŃŃŃŃ
Jarum jam berputar terasa sangat
lambat saat kami sedang mendengarkan pelajaran sejarah. Bosan sekali mendengar
cerita yang diulang- ulang dari kelas lima
SD itu, temanya tentang
Pembebasan Irian Barat.
“Kenapa ada pelajaran sejarah sih…
membosankan!” Aku mengoceh dengan teman sebangku. Aku suka sekali duduk di
pojok belakang, selain sejuk, kami juga sering membuat obrolan sendiri di
pojok.
“Teett… teett… .” Bel berbunyi
waktunya berganti pelajaran Agama. Pelajaran Agama adalah kesukaanku, bukan karena
aku sok alim tapi karena banyak
tersisa waktu buat tidur- tiduran, melamun, ngobrol
sendiri dan sebagainya. Kali ini pelajaran Agama memuat tema pemandian jenazah,
aku tak tertarik sedikitpun.
Saat aku terbang dalam lamunan,
guruku memanggil dan mengemukakan suatu pertanyaan, dan aku menjawabnya secara
spontan.
“Mbak yang di pojok… bagaimana do’a
memandikan jenazah?” Tanya guruku pak Fattah.
“Apa pak? Anu di mandiin, dikafanin,
disolatin, baru di kubur pak!” Jawabku spontan. Serentak teman- teman menertawakanku,
aku masih belum sadar akan kesalahanku.
“Saya tidak menanyakan tentang cara
memperlakukan jenazah, tapi do’a memandikan jenazah! Makanya kalau di kelas
jangan melamun. Ayo duduk di barisan depan! Di belakang banyak setannya!”
Sentaknya.
“Baik pak!” Jawabku singkat sambil menenteng tasku ke
depan. Aku memperhatikan seluruh jam pelajaran yang tersisa dengan terpaksa.
Aku merasa menjadi anak paling bodoh di kelas. Aku berusaha untuk menjawab
pertanyaan dari pak Fattah.
“Apa kalian tahu apa bedanya mati orang beriman dengan
matinya orang kafir?” Pak Fatah memberi pertanyaan.
“Ah gampang! Saya pak!” Aku mengangkat tangan.
“Ya Ulfa!” Pak Fattah mempersilakan.
“Itu pak orang kafir kalo mati jenazahnya di rubung
belatung, dikerubutin laron, gosong, keluar cacing dari mulutnya, pokoknya yang
jorok- jorok deh!” Jawabku.
“Dasar! Kebanyakan nonton sinetron gak bermutu ya
kayak gini! Sudah kamu diam dan perhatikan pelajaran bapak jangan sok tahu.” Sentaknya naik darah.
“Baik pak!” Jawabku lemas, aku diam seribu bahasa
sepanjang pelajaran.
“Iqbal coba kamu jawab pertanyaan bapak tadi.” Kata
pak Fattah.
“Kalo orang beriman meninggal dalam keadaan tenang,
terlentang, mengucapkan kalimat La illa ha ilallah, biasanya menitih kan air mata.” Jawabnya
percaya diri.
“Bagus!” Puji pak Fattah.
“Alah sok pinter!” Kataku dalam hati.
Pelajaran berakhir, waktunya pulang sekolah. Sungguh
sangat kunanti, bagaikan terbebas dari penjara kolonial Belanda. Aku pulang
bersama Widi, Atik dan Riski. Kami bertemu Doni di depan pintu gerbang sekolah,
tak disangka ia memanggilku. Aku terkejut, apa yang akan ia bicarakan denganku.
“Ulfa aku mau bicara berdua saja!” Katanya.
“Kenapa? Kita bicara disini saja!’ Jawabku.
“Gak mau aku malu!” Jawab Doni.
“Ciee… so sweet jangan – jangan dia mau mengutarakan
perasaannya sama kamu lagi!” Kata teman- teman menggodaku.
Aku pergi agak menjauh dari teman- teman dan berbicara
berdua saja dengan Doni. Aku penasaran, kaget dan bingung dengan segalanya yang
mungkin terjadi.
“Fah aku mau ngomong penting banget, kamu jangan marah
ya!” Katanya.
“Ya ngomong aja, aku gak marah.” Jawabku.
“Anu… mau gak…”! Katanya
Jantungku berdebar- debar tak karuan, aku tak tahu
harus menjawab apa. Tanganku dingin, dan gemetar. Ku dengarkan semua
perkataannya suku demi suku.
“Mau gak… pinjemin aku uang lima puluh ribu aja, aku mau ngasih hadiah
cewekku tapi ga ada duit, mau ya… aku udah ga tau lagi mau pinjem ma siapa,
setauku cuma kamu sahabat terbaikku.” Katanya malu- malu.
“Astaghfirullah kirain mau nyatain perasaan buat aku.
Jadi ill fill kalo gini.” Kataku dalam hati.
“Ya nih tapi kembaliin minggu depan ya…!” Kataku
sambil melangkah meninggalkannya menuju teman- temanku yang sudah menunggu
berharap- harap cemas. Baru satu meter aku meninggalkan Doni, Atik berlari
mendekatiku sambil berbisik penuh Tanya.
“Gimana kamu terima..? Tanya Atik penasaran.
“Gak aku tolak!” Jawabku.
“Lo kok gitu katanya dulu naksir?” Tanya Widi.
“Itu dulu, kalo sekarang enggak!” Jawabku melayani
mereka.
Teman- teman tidak tahu yang sesungguhnya terjadi. Kami
melanjutkan tujuan kami untuk pulang. Widi dan Riski masih penasaran dengan
alasanku menolak Doni, aku hanya membalas pandangan mereka dengan senyum.
“Hari ini sangat melelahkan, sudah di marahi guru, di
ejek Yoga, dipalak ma Doni lagi. Huhhhh…”Gumamku dalam hati. Apa lagi yang akan
terjadi padaku nanti.
THE END
Nurul Fadilah/17/X5
File Lama
Seperti biasa, setelah pulang mengajar les privat, saya iseng-iseng membuka laptop. Saya buka file-file lama, dan tidak sengaja menemukan beberapa folder tugas-tugas SMA. Ada beberapa file word di dalam folder tersebut. Saya buka satu persatu. Kyyaaaaa... setiap kenangan SMA tetiba menyeruak ke dalam benak saya. Saya ingat semua teman-teman, guru, dan setiap kejadian di masa itu. Sangaat menyenangkan.
Pada postingan selanjutnya, akan saya post tulisan yang saya buat semasa SMA. Tentu saja tulisan itu saya buat untuk tugas sekolah. Tulisan tersebut saya buat untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia. Ada resensi buku dan beberapa cerpen. Selamat membacaaa :)
File Jadul |
![]() |
Foto-foto di kelas 11 IPA 4 pakai kamera laptop :D |
Subscribe to:
Posts (Atom)