Tuesday, February 16, 2016

Raka

     Anak yang berjalan cepat ke parkiran itu adalah raka, seorang anak laki – laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang dan berambut cepak, sungguh atletis.  Raka merupakan siswa kelas XII sebuah SMA di kotanya.  Ia begitu terkenal di sekolah, betapa tidak? Ia tampan, pandai, berpembawaan ceria, dan semua jenis olah raga ia kuasai.  Mungki orang menganggap ia perfec person, nyaris tak ada cela.  Tapi saying ia nyaris terlalu kaku untuk berbicara tentang cinta. Ia bukan tipe laki – laki yang romantis tapi tipe laki – laki yang apa adanya.  Ia tak terbiasa dengan puisi atau lagu.
     Raka berjalan dengan pandangan tajam menelusuri lorong – lorong kelas langkah kakinya santai dan pasti.  Tangannya melambai seirama dengan langkah kakinya.  Wajahnya tak tersenyum sama sekali, tak terlihat aura kebahagiaan di matanya.  Perhatiannya tak terpengaruh dengan suasana di kanan maupun kirinya.  Ia tetap melenggang focus ke tujuannya.  Sampai di parkiran ia menghidupkan motornya dan mengendarai dengan kencang.  Tujuannya satu yaitu rumah.
     “Shiiiit” terdengar suara rem motor Raka terpakir di garasi.  Ia melepas helmnya dan meletakkannya di kaca spion sepeda motor.
     “Kakak…!” Sebuah suara tedengar dari dalam dan semakin keras terdengar dari luar.  Tuas pintu bergerak pertanda seseorang akan membukakan Raka pintu.  Pintu terbuka, terlihat seorang anak berusia lima tahun berkepang dua bersenyum berharap sesuatu.  Senyumannya begitu lugu, wajahnya berseri dengan tangan menengadah.
     “Apa…?”  Jawab Raka mendekat.  Kali ini lain wajahnya bahagia, ia tersenyum memandang wajah wanita kecil itu.  Tangan raka mencubit pipi gadis itu. Wanita itu mengaduh kesakitan.
     “Aduh…!”  Rengek Dita nama gadis kecil itu.  Kemudian Raka memasukan tangannya kesaku mengambil sesuatu, lalu ia mengeluarkan kembali sembari mengeluarkan suatu benda.  Ia buka telapak tangannya dan terdapat sebatang coklat yang lezat menggiurkan hati Dita.  Wajah Raka masih tersenyum dan memandang wjah Dita.
     “Asyik….!”  Teriak Dita kegirangan.  Ia menyerobot coklat itu dan segera berlari ke dalam.  Raka memandangnya sampai tubuh Dita tak terlihat, tertutup tirai ruang tengah.  Ia berdiri dan menghela nafas dalam – dalam.  Wajahnya terlihat suram kembali, ia berjalan masuk ke rumah.
     “Brukk…!”  Ia meletakan tas punggungnya di meja belajar.  Kemudian ia berbaring di tempat tidur dengan tangan terlentang.   Matanya menatap langit – langit putih yang menjadi media baying – baying semuia pikiran di benaknya.  Ia menutup mata sejenak, merasakan aliran darah mengalir sampai ke kepala, lalu bangun dengan kepala tertunduk.  Ia meletakkan tangan di kanan dan kiri tempat tidurnya.  Keringatnya mengalir dari kening hingga hidung kemudian menetes ke pangkuannya menggambarkan suasana fisik dan keadaan hatinya saat ini.  Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan secarik kertas.  Kertas itu menerangkan tentang kangker otak yang ia derita, menyatakan peningkatan stadium yang mungkin menghantarkannya pada suatu kondisi yang paling buruk yaitu kematian.  Ia menyembunyikan kertas tersebut di lemari berharap ibunya tak mengetahui hal tersebut.
     Raka cepat berganti baju dan segera mencuci muka, ibu ingin bicara, ibu tunggu di meja makan! Ibu memanggil.  Sangat jarang jarang ibu berkata seserius ini.  Raka meng iyakan perintah ibu dan sergera menuju ke ruang makan.  Raka duduk di depan ibu dan ibunya memandang anak sulungnya itu dengan senyum.  Ia menyodorkan segelas air putuh untuk Raka.
     “Terima kasih!”  Ucap Raka sebelum meminumnya.
     “Bagaimana hasil cek dokternya?  Apa ada perkembangan baru?” Tanya ibu serius.   Raka tertegun dan meletakan gelasnya kembali.
     “Oh…seperti biasa! Semoga saja saya bisa merasakan anaknya kuliah!  Jawab Raka menghibur.
     “Ibu cuma bisa berdoa, semoga kamu cepat sembuh!”  Kata ibu berpesan.  Ibu pergi meninggalkan ruang makan untuk pergi ke dapur.  Kemudian Raka kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya.  Pikirannya selalu kalut tapi ia selalu bias menyembunyikan kekalutanya tersebut.  Raka mengambil hp kesayangannya di meja belajar.  Raka bias berkutat berjamjam jika telah menggunakan benda tersebut.  Kekalutannya bias sedikit terabaikan.
      “Tok tok tok!”  Seseorang mengetuk pintu kamarnya.  Raka mempersilahkan masuk.  Pintunya terbuka dan memperlihatkan wajah Dita yang tersenyum lebar sembari mempertontonkan giginya yang ompong sebelah.  Dita mendekat dan duduk di sebelah Raka.
     “Ada apa Dit?”  Tanya Raka sambil mengutak atik keypad hpnya.
      “Kak, besok beliin coklat lagi ya! Tapi yang kaya di iklan tadi! Pinta dita merayu.  Raka memandangnya dan mengangguk.  Anggukan itu sudah cukup bagi dita untuk tidak berlama – lamadi kamar kakaknya.  Dita kembali dengan langkah sedikit berlari.  Tapi Raka lupa menutup pintu kamar kakaknya.  Raka menoleh ke pintu itu.

     “Kepada siapa Dita meminta coklat itu jika aku tiada?”  Kata Rakadalam hati.  Kemudian ia menghela nafas dalam – dalam.

NURUL FADILAH/ X5

No comments:

Post a Comment